Indoprogress

Tayangan wawancara ini bisa disimak di saluran YouTube IndoProgressTV.

Di akhir tahun kemarin, sekelompok umat Islam melakukan perusakan terhadap  simbol-simbol yang dianggap sebagai non Islam di pemakaman di Yogyakarta. Kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, serangan terhadap umat Nasrani dan perusakan gereja juga pemakaman umat Kristiani sudah beberapa kali terjadi. Pengobaran sentimen ini juga merambah ke dunia politik seperti penolakan pejabat yang tidak beragama Islam misalnya. Ini semua menunjukkan bahwa kita sebetulnya gagal dalam hal toleransi beragama dan juga bermasyarakat yang sehat. Perbincangan dalam Wawancara IndoProgress kali ini akan mengulas tentang bagaimana kita beranjak dari hal-hal yang gagal itu dan menjadi kuat bersama-sama sebagai masyarakat yang cerdas dalam beragama. Pemimpin Redaksi IndoProgress, Coen Husain Pontoh mewawancarai dua narasumber dalam topik ini yaitu Roy Murtadho, pengasuh pondok pesantren Misykat al-Anwar, Bogor dan Suarbudaya Rahadian, pendeta jemaat Gereja Komunitas Anugerah-Reformed Baptist, Salemba. Semoga ber

Hari-hari ini kita kerap mendengar istilah Revolusi 4.0 yang digaung-gaungkan oleh banyak kalangan (politisi, bisnismen dan akademisi). Revolusi 4.0 ini juga kerap dipersandingkan dengan apa yang disebut ekonomi digital, ekonomi berbagi, gig-economy, pekerja kreatif, digital labour, dan seterusnya, yang dianggap sebagai fase baru perkembangan sejarah manusia, dimana kita mau tidak mau harus meresponnya kalau tidak ingin semakin ketinggalan. Tetapi sejauhmana pengetahuan kita akan revolusi baru ini? Apa hubungannya dengan sistem kapitalisme? Apakah eksploitasi buruh akan melenyap atau berkurang dalam fase baru ini? Bagaimana dampaknya bagi perkembangan demokrasi kita? Dan apa agenda kelas pekerja di era ini? Untuk membantu memahaminya, berikut opini dari Hizkia Yosie Polimpung.

Pemimpin Redaksi IndoProgress, Coen Husain Pontoh, berbincang dengan Dosen Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman tentang kejadian sweeping buku-buku kiri di Pare, Kediri. Simak selengkapnya.

Hari-hari ini akrab di telinga kita bagaimana perempuan diperlakukan sebagai subjek yang pasif dan lemah. Aktivitas tubuh dan pikirannya hendak diatur sedemikian rupa, mulai dari cara berpakaiannya, cara bertutur sapanya, cara bergaulnya, hingga cara berpikirnya. Perempuan yang baik adalah perempuan yang menjaga pandangannya, yang berpakaian tertutup, yang merendahkan suaranya di hadapan suaminya, yang tak keluar rumah seorang diri, dst. Perempuan yang mandiri, yang independen, yang bisa menentukan dan mengatur pilihan-pilihan hidupnya sendiri dianggap sebagai menyimpang, karena tidak sesuai dengan agama dan adat-istiadat masyarakat kita.  Padahal, sejak awal kemunculannya, perempuan Indonesia selalu bergerak melawan belenggu apapun yang mengungkungnya. Mereka menolak poligami, menolak pernikahan muda, memprotes feodalisme, menciptakan gerakan literasi, bahkan hingga memberantas kemiskinan lewat pendidikan, membentuk organisasi-organisasi modern dengan agenda-agenda yang memajukan perempuan secara sosial

Pada 8 Desember lalu, ada Aksi dan Gerak Bersama di Jakarta dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Reporter IndoProgress, Fathimah Fildzah Izzati mengikuti aksi tersebut dan melaporkannya untuk Anda.

Editor IndoProgress, Sari Safitri Mohan berbincang dengan Direktur Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, Damairia Pakpahan tentang kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia, kendala, dan tantangan, dan apa yang perlu dilakukan ke depan.

Pemimpin Redaksi IndoProgress, Coen Husain Pontoh, mewawancarai aktivis perempuan dan hak asasi manusia, Tunggal Pawestri tentang Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual.

The very first episode of IndoProgress!